PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH
OTONOM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
Menimbang Mengingat |
: : |
bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom dalam
Bidang Pemerintahan; 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945; 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Nomor 60 Tahun 1999 ; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran
Negara Nomor 72; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3848); |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN
KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM.
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a.
Pemerintah
Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia terdiri dari Presiden beserta para Menteri.
b.
Propinsi
adalah Propinsi yang bersifat Otonom.
c.
Kewenangan
Pemerintah adalah hak dan kekuasaan Pemerintah untuk menentukan atau mengambil
kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
BAB II
Pasal 2
(1)
Kewenangan
Pemerintah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.
(2)
Kewenangan
bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional, dan pembangunan nasional
secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara san lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi dan standardisasi nasional.
(3)
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dikelompokan dalam bidang sebagai berikut:
1. Bidang Pertanian
a.
Pengaturan pemasukan atau pengeluaran
benih/bibit dan penetapan pedoman untuk penentuan standar pembibitan/perbenihan
pertanian.
b.
Pengaturan dan pengawasan produksi, peredaran,
penggunaan dan pemusnahan pestisida dan bahan kimia pertanian lainnya, obat
hewan, vaksin, sera, antigen, semen beku dan embrio ternak.
c.
Penetapan standar pelepasan dan penarikan
varietas komoditas pertanian.
d.
Penetapan pedoman untuk penentuan standar teknis minimal rumah potong hewan, rumah sakit hewan, dan
satuan pelayanan peternakan terpadu.
e.
Penetapan norma dan standar pengadaan,
pengelolaan dan distribusi bahan pangan.
f.
Penetapan standar dan prosedur pengujian mutu
bahan pangan nabati dan hewani.
g.
Penetapan norma dan standar teknis pemberantasan
hama pertanian.
h.
Pengaturan dan penetapan norma dan standar
teknis pelayanan kesehatan hewan.
2.
Bidang Kelautan
a.
Penetapan
kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam perairan di wilayah
laut diluar perairan 12 (dua belas) mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta Zone Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen.
b.
Penetapan
kebijakan dan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari Kapal
tenggelam di luar perairan laut 12 (dua belas) mil.
c.
Penetapan
kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim yang meliputi batas-batas daerah
otonom dilaut dan batas-batas ketentuan hukum laut internasional.
d.
Penetapan
standar pengelolaan pesisir pantai dan
pulau-pulau kecil.
e.
Penegakan
hukum di wilayah laut diluar perairan 12 (dua belas) mil dan di dalam perairan
12 (dua belas) mil yang menyangkut hal spesifik serta berhubungan dengan
internasional.
3.
Bidang Pertambangan dan Energi
a.
Penetapan
kebijakan intensifikasi, diversifikasi, konservasi, dan harga energi.
b.
Penetapan
kebijakan jaringan transmisi (grid) nasional/regional listrik dan gas bumi.
c.
Penetapan
standar pemantauan dan penyelidikan bencana alam geologi.
d.
Penetapan
standar penyelidikan umum dan standar pengelolaan sumber daya mineral dan energi, serta air bawah tanah.
e.
Penetapan
kriteria wilayah kerja usaha termasuk distribusi ketenagalistrikan dan
pertambangan.
f.
Penetapan
penyediaan dan tarif dasar listrik, bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
gas bumi di dalam negeri.
g.
Pengaturan
survei dasar geologi dan air bawah tanah skala lebih kecil atau sama
dengan 1:250.000, penyusunan
peta tematis dan inventarisasi sumber daya mineral dan energi serta
mitigasi bencana geologi.
h.
Pengaturan
pembangkit, transmisi dan distribusi ketenagalistrikan yang masuk dalam grid
nasional dan pemanfaatan pembangkit
listrik tenaga nuklir serta pengaturan pemanfaatan bahan tambang radio aktif.
i.
Pemberian
izin usaha inti minyak dan gas mulai dari eksplorasi sampai dengan pengakutan
minyak dan gas bumi dengan pipa lintas Propinsi.
j.
Pemberian
izin usaha inti listrik yang meliputi pembangkitan lintas Propinsi, transmisi,
dan distribusi.
k.
Pemberian
izin usaha non inti yang meliputi depot lintas Propinsi dan pipa transmisi
minyak dan gas bumi.
4.
Bidang Kehutanan dan Perkebunan
a.
Penetapan
kriteria dan standar pengurusan hutan, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian
alam, taman buru, dan areal perkebunan.
b.
Penetapan
kriteria dan standar inventarisasi, pengukuhan, dan penatagunaan kawasan hutan,
kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru.
c.
Penetapan
kawasan hutan, perubahan status dan
fungsinya.
d.
Penetapan
kriteria dan standar pembentukan wilayah pengelolaan hutan, kawasan suaka
alam,kawasan pelestarian alam, dan taman buru.
e.
Penyelenggaraan
pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru
termasuk daerah aliran sungai
didalamnya.
f.
Penyusunan
rencana makro kehutanan dan perkebunan nasional, serta pola umum rehabilitasi
lahan, konservasi tanah, dan penyusunan perwilayahan, desain, pengendalian
lahan, dan industri primer perkebunan.
g.
Penetapan
kriteria dan standar tarif iuran izin usaha pemanfaatan hutan, provisi sumber
daya hutan, dana reboisasi,dan dana
investasi untuk biaya pelestarian hutan.
h.
Penetapan
kriteria dan standar produksi, pengolahan, pengendalian mutu, pemasaran dan
peredaran hasil hutan dan perkebunan termasuk perbenihan, pupuk dan pestisida
tanaman kehutanan dan perkebunan.
i.
Penetapan
kriteria dan standar perizinan usaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan dan
pemungutan hasil, pemanfaatan jasa lingkungan, pengusahaan pariwisata alam,
pengusahaan taman buru, usaha perburuan, penangkaran flora dan fauna, lembaga
konservasi dan usaha perkebunan.
j.
Penyelenggaraan
izin usaha pengusahaan taman buru, usaha perburuan, penangkaran flora dan fauna
yang dilindungi, dan lembaga konservasi, serta penyelenggaraan pengelolaan
kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam taman buru, termasuk daerah aliran sungai di dalamnya.
k.
Penyelenggaraan
izin usaha pemanfaatan hasil hutan produksi dan pengusahaan pariwisata alam
lintas Propinsi.
l.
Penetapan
kriteria dan standar pengelolaan yang meliputi tata hutan dan rencana
pengelolaan, pemanfaatan, pemeliharaan, rehabilitasi, reklamasi, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian kawasan hutan dan areal perkebunan.
m.
Penetapan
kriteria dan standar konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang
meliputi perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari dibidang
kehutanan dan perkebunan.
n.
Penetapan
norma, prosedur, kriteria dan standar peredaran tumbuhan dan satwa liar
termasuk pembinaan habitat satwa migrasi jarak jauh.
o.
Penyelenggaraan
izin pemanfaatan dan peredaran flora dan fauna yang dilindungi dan yang
terdaftar dalam apendiks Convention on
International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora.
p.
Penetapan
kriteria dan standar dan penyelenggaraan pengamanan dan penanggulangan bencana
pada kawasan hutan, dan areal perkebunan.
5.
Bidang Perindustrian dan Perdagangan
a.
Penetapan
kebijakan fasilitasi, pengembangan dan pengawasan perdagangan berjangka
komoditi.
b.
Penetapan
standar nasional barang dan jasa di bidang industri dan perdagangan.
c.
Pengaturan
persaingan usaha.
d.
Penetapan
pedoman perlindungan konsumen.
e.
Pengaturan
lalu lintas barang dan jasa dalam negeri.
f.
Pengaturan
kawasan berikat.
g.
Pengelolaan
kemetrologian.
h.
Penetapan
standar industri dan produk tertentu yang berkaitan dengan keamanan,
keselamatan umum, kesehatan, lingkungan dan moral.
i.
Penetapan
pedoman pengembangan sistem pergudangan.
j.
Fasilitasi
kegiatan distribusi bahan-bahan pokok.
a.
Penetapan
pedoman akuntansi koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah.
b.
Penetapan
pedoman tata cara penyertaan modal pada
koperasi.
c.
Fasilitasi
pengembangan sistem distribusi bagi koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah.
d.
Fasilitasi
kerjasama antar koperasi dan pengusaha kecil dan menengah serta kerjasama dengan badan usaha lain.
7. Bidang Penanaman Modal
Pemberian izin dan pengendalian penanaman
modal untuk usaha berteknologi strategis yang mempunyai derajat kecanggihan
tinggi dan beresiko tinggi dalam penerapannya, meliputi persenjataan, nuklir
dan rekayasa genetika.
8. Bidang Kepariwisataan
a.
Penetapan
pedoman pembangunan dan pengembangan kepariwisataan.
b.
Penetapan
pedoman kerjasama Internasional di bidang kepariwisataan.
c.
Penetapan
standar dan norma sarana
kepariwisataan.
a.
Penetapan kebijakan hubungan industrial, perlindungan
pekerja dan jaminan sosial pekerja.
b.
Penetapan standar keselamatan kerja, kesehatan kerja,
higiene perusahaan, lingkungan kerja dan ergonomi.
c.
Penetapan pedoman penentuan kebutuhan fisik minimum.
10. Bidang Kesehatan
a.
Penetapan
standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.
b.
Penetapan
pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan.
c.
Penetapan
standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan.
d.
Penetapan
pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
e.
Penetapan
pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat.
f.
Penetapan
pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan
teknologi kesehatan, dan standar etika penelitian kesehatan.
g.
Pemberian
izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi.
h.
Penetapan
persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan
penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan.
i.
Penetapan
kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
j.
Survailans
epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit
menular dan kejadian luar biasa.
k.
Penyediaan
obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial
(buffer stock nasional).
11. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
a.
Penetapan
standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional
dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya.
b.
Penetapan
standar materi pelajaran pokok.
c.
Penetapan
persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik.
d.
Penetapan
pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan .
e.
Penetapan
persyaratan penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan
mahasiswa.
f.
Penetapan
persyaratan pemintakatan/zoning, pencarian, pemanfaatan, pemindahan,
penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar budaya serta
persyaratan penelitian arkeologi.
g.
Pemanfaatan
hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri
nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, dan monumen yang diakui secara
internasional.
h.
Penetapan
kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah dan luar sekolah.
i.
Pengaturan
dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh serta pengaturan
sekolah internasional.
j.
Pembinaan
dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.
12. Bidang Sosial
a.
Penetapan
pedoman pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan, serta
nilai-nilai kesetia-kawanan sosial.
b.
Penetapan
pedoman akreditasi lembaga penyelenggaraan pelayanan sosial
c. Penetapan
pedoman pelayanan dan rehabilitasi serta bantuan sosial dan perlindungan sosial
penyandang masalah kesejahteraan sosial.
d. Pengaturan
sistem penganugerahan tanda kehormatan/jasa tingkat nasional.
e. Pengaturan
sistem penyelenggaraan pelayanan sosial termasuk sistem jaminan dan
rehabilitasi sosial.
f.
Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan Nasional.
13.
Bidang Penataan Ruang
a.
Penetapan
tata ruang nasional berdasarkan tata ruang Kabupaten/Kota dan Propinsi.
b.
Penetapan
kriteria penataan perwilayahan ekosistem daerah tangkapan air pada daerah
aliran sungai.
c.
Pengaturan
tata ruang perairan di luar 12 (dua belas) mil.
d.
Fasilitasi
kerjasama penataan ruang lintas Propinsi.
a.
Penetapan
persyaratan pemberian hak-hak atas tanah.
b.
Penetapan
persyaratan landreform.
c.
Penetapan
standar administrasi pertanahan.
d.
Penetapan
pedoman biaya pelayanan pertanahan.
e.
Penetapan
Kerangka Dasar Kadastral Nasional dan
pelaksanaan pengukuran
Kerangka Dasar Kadastral Nasional Orde I
dan II.
15.
Bidang Permukiman
a.
Penetapan
pedoman perencanaan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman.
b.
Penetapan
pedoman konservasi arsitektur bangunan dan pelestarian kawasan bangunan
bersejarah.
c.
Penetapan
pedoman pengawasan dan pengendalian pembangunan perumahan dan permukiman.
d.
Penetapan
pedoman teknis pengelolaan fisik gedung dan rumah negara.
16. Bidang Pekerjaan Umum
a.
Penetapan
standar prasarana dan sarana kawasan terbangun dan sistem manajemen konstruksi.
b.
Penetapan
standar pengembangan konstruksi bangunan sipil dan arsitektur.
c.
Penetapan
standar pengembangan prasarana dan sarana wilayah yang terdiri atas pengairan,
bendungan besar, jembatan dan jalan beserta simpul-simpulnya serta jalan bebas
hambatan.
d.
Penetapan
persyaratan untuk penentuan status, kelas dan fungsi jalan.
e.
Pengaturan
dan penetapan status jalan nasional.
17. Bidang Perhubungan
a. Penetapan standar rambu-rambu jalan dan
pedoman penentuan lokasi pemasangan perlengkapan jalan dan jembatan timbang.
b. Penetapan standar laik jalan dan
persyaratan pengujian kendaraan bermotor serta standar pendaftaran kendaraan
bermotor.
c. Penetapan standar teknis dan sertifikasi
sarana Kereta Api serta sarana dan prasarana angkutan laut, sungai, danau,
darat dan udara.
d.
Penetapan
persyaratan pemberian Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor.
e.
Perencanaan
umum dan pembangunan Jaringan Jalan Kereta Api nasional serta penetapan
spesifikasi jaringan lintas dan klasifikasi jalur Kereta Api dan pengawasannya.
f.
Perencanaan
makro jaringan jalan bebas hambatan.
g.
Penetapan
tarif dasar angkutan penumpang kelas ekonomi.
h.
Penetapan pedoman lokasi pelabuhan penyeberangan
lintas propinsi dan antar negara.
i.
Penetapan
lokasi bandar udara lintas Propinsi dan antar negara.
j.
Penetapan
lintas penyeberangan dan alur pelayaran internasional.
k.
Penetapan
persyaratan pengangkutan bahan dan atau barang berbahaya lintas darat, laut dan
udara.
l.
Penetapan
rencana umum jaringan fasilitas kenavigasian, pemanduan dan penundaan kapal,
sarana dan prasarana penjagaan dan penyelamatan serta penyediaan sarana dan
prasarana di wilayah laut di luar 12 (dua belas) mil.
m.
Penetapan
standar pengelolaan dermaga untuk
kepentingan sendiri di pelabuhan antar
propinsi/internasional.
n.
Penetapan
standar penentuan daerah lingkungan kerja perairan atau daerah lingkungan kerja
pelabuhan bagi pelabuhan-pelabuhan
antar Propinsi dan internasional.
o.
Penerbitan
izin kerja keruk dan reklamasi yang berada di wilayah laut di luar 12 (dua belas) mil.
p.
Pengaturan
rute, jaringan dan kapasitas penerbangan.
q.
Pengaturan
sistem pendukung penerbangan di Bandara.
r.
Penetapan
standar kawasan keselamatan operasi penerbangan dan penetapan kriteria batas
kawasan kebisingan serta daerah lingkup kerja bandar udara.
s.
Pengaturan
tata ruang udara nasional, jaringan pelayanan lalu lintas udara, batas
yurisdiksi ruang udara nasional, dan
pembagian pengendalian ruang udara
dalam Upper Flight Information Region.
t.
Pelaksanaan
pelayanan navigasi penerbangan.
u.
Sertifikasi
peralatan dan fasilitasi penunjang operasi penerbangan.
v.
Penetapan
standar teknis peralatan serta pelayanan meteorologi penerbangan dan maritim.
w.
Penerbitan
lisensi dan peringkat tenaga teknis penerbangan.
x.
Pemberian
izin usaha penerbangan.
y.
Penetapan
standar laik laut dan laik udara serta pedoman keselamatan kapal dan pesawat
udara, auditing manajemen keselamatan kapal dan pesawat udara, patroli laut,
dan bantuan pencarian dan pertolongan (Search and Rescue), penyidikan,
penanggulangan kecelakaan, bencana kapal dan pesawat udara.
z.
Pengaturan
Pos Nasional.
aa. Pengaturan Sistem Pertelekomunikasian
Nasional.
bb. Pengaturan sistem jaringan pengamatan
meteorologi dan klimatologi.
cc.
Pemberian
izin orbit satelit dan frekuensi radio kecuali radio dan televisi lokal.
dd.
Pemberian
jasa meteorologi dan klimatologi.
ee.
Pengaturan
dan penetapan pedoman pengelolaan bantuan pencarian dan pertolongan (Search and
Rescue ) serta penyelenggaraan SAR Nasional.
18. Bidang Lingkungan Hidup
a.
Penetapan
pedoman pengendalian sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan.
b.
Pengaturan
pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya laut diluar 12 (dua belas) mil.
c.
Penilaian
analisis mengenai dampak lingkungan bagi kegiatan-kegiatan yang potensial
berdampak negatif pada masyarakat luas dan atau menyangkut pertahanan dan
keamanan, yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah Propinsi, kegiatan
yang berlokasi di wilayah sengketa dengan Negara lain, di wilayah laut dibawah
12 (dua belas) mil dan berlokasi di
lintas batas negara.
d.
Penetapan
baku mutu lingkungan hidup dan penetapan pedoman tentang pencemaran lingkungan
hidup.
e.
Penetapan
pedoman tentang konservasi sumber daya alam.
19. Bidang Politik Dalam Negeri dan
Administrasi Publik
a.
Penetapan
kebijakan sistem tata laksana aparatur negara.
b.
Penetapan
kebijakan akuntabilitas aparatur negara.
c.
Penetapan
pedoman tata laksana pelayanan publik.
d.
Penetapan
pedoman ketentraman dan ketertiban umum.
e.
Penetapan
pedoman penyelenggaraan perlindungan masyarakat.
f.
Penetapan
pedoman kesatuan bangsa.
g.
Penetapan
standar dan prosedur mengenai
perencanaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,
tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, serta kedudukan hukum pegawai
negeri sipil dan pegawai negeri sipil di Daerah.
h.
Penetapan
pedoman penanggulangan bencana.
i.
Pengaturan
dan penyelenggaraan Sistem Sandi Negara.
j.
Penyelesaian
perselisihan antar Propinsi.
k.
Penyelenggaraan
pemilihan umum.
l.
Fasilitasi
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan sistem politik.
m.
Penegakan
hak asasi manusia.
n.
Pelaksanaan
mutasi kepegawaian antar propinsi.
o.
Penetapan
dan penyelenggaraan kearsipan nasional.
p.
Penetapan
dan penyelenggaraan statistik nasional.
q.
Penetapan
dan penyelenggaraan pemetaan dasar nasional.
r.
Penetapan
jumlah jam kerja dan hari libur nasional.
s.
Penetapan
pedoman administrasi kependudukan.
20. Bidang Pengembangan Otonomi Daerah
a. Penetapan
syarat-syarat pembentukan Daerah dan kriteria tentang penghapusan,
penggabungan, dan pemekaran Daerah.
b. Penetapan
kebijakan perubahan batas, nama dan pemindahan ibukota Daerah.
c. Penetapan
pedoman perencanaan daerah.
d. Penetapan
pedoman susunan organisasi perangkat Daerah.
e. Penetapan
pedoman formasi perangkat Daerah.
f.
Penetapan pedoman tentang realokasi pegawai.
g. Penetapan
pedoman tata cara kerjasama Daerah dengan lembaga/badan luar negeri.
h. Penetapan
pedoman kerjasama antar Daerah/Desa dan antar Daerah/desa dengan pihak ketiga.
i.
Penetapan pedoman pengelolaan kawasan perkotaan dan
pelaksanaan kewenangan Daerah di kawasan otorita dan sejenisnya.
j.
Penetapan pedoman satuan polisi pamong praja.
k. Penetapan
pedoman dan memfasilitasi pembentukan asosiasi Pemerintah Daerah dan asosiasi
DPRD.
l.
Penetapan pedoman mengenai pengaturan desa.
m. Penetapan
pedoman dan memfasilitasi pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik
Daerah/Desa.
n. Penetapan
pedoman Tata Tertib DPRD.
o. Pengaturan
tugas pembantuan kepada Daerah dan Desa.
p. Pengaturan
tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pertanggung jawaban dan
pemberhentian serta kedudukan keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
q.
Pengaturan kedudukan keuangan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
r.
Pembentukan dan pengelolaan Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah.
s.
Penetapan
pedoman penyusunan, perubahan, dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
t.
Penetapan
pedoman pengurusan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan Daerah.
u.
Pengaturan
pedoman dan fasilitasi pengelolaan pendapatan Asli Daerah dan sumber pembiayaan
lainnya.
21. Bidang Perimbangan Keuangan
a.
Penetapan
pedoman tentang realokasi pendapatan
asli daerah yang besar dan terkonsentrasi pada Kabupaten/Kota tertentu untuk
keseimbangan penyelenggaraan pembangunan guna kesejahteraan masyarakat di
Propinsi.
b.
Penetapan
pedoman pinjaman dari dalam negeri dan luar negeri oleh Pemerintah Daerah.
a.
Bidang
Kependudukan
a.
Penetapan
pedoman mobilitas kependudukan.
b.
Penetapan
kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi
dan anak.
c.
Penetapan
pedoman dan fasilitasi peningkatan kesetaraan dan keadilan gender.
d.
Penetapan
pedoman pengembangan kualitas keluarga.
e.
Penetapan
pedoman perlindungan dan penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan, anak
dan remaja.
23.
Bidang Olah raga
a.
Pemberian
dukungan untuk pembangunan sarana dan prasarana olah raga.
b.
Penetapan
pedoman pemberdayaan masyarakat olah raga.
c.
Penetapan
kebijakan dalam penentuan kegiatan-kegiatan olah raga nasional/ internasional.
24. Bidang Hukum dan Perundang-undangan
a.
Pembinaan
hukum dan peraturan perundang-undangan nasional.
b.
Pengesahan
dan persetujuan Badan Hukum.
c.
Pengesahan
dibidang Hak atas Kekayaan Intelektual.
d.
Pengaturan
dan pembinaan terhadap lembaga pemasyarakatan.
e.
Pengaturan
dan pembinaan dibidang keimigrasian.
f.
Pengaturan
dan pembinaan dibidang kenotariatan.
a.
Penetapan
pedoman penyelenggaraan penyiaran.
b.
Penetapan
pedoman peredaran film dan rekaman video komersial.
c.
Penetapan
pedoman kebijakan pencetakan dan penerbitan publikasi/ dokumen
pemerintah/negara.
(1)
Kewenangan
Pemerintah yang berlaku di berbagai bidang selain kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) meliputi:
a.
penetapan
kebijakan untuk mendukung pembangunan secara makro;
b.
penetapan
pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal dalam bidang yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota;
c.
penetapan
kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/lahan dalam rangka
penyusunan tata ruang;
d.
penyusunan
rencana nasional secara makro;
e.
penetapan
persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan;
f.
pembinaan
dan pengawasan atas penyelenggaraan Otonomi Daerah yang meliputi pemberian
pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi;
g.
penetapan
pedoman pengelolaan dan perlindungan
sumber daya alam;
h.
pengelolaan
dan penyelenggaraan perlindungan sumber daya alam di wilayah laut di luar 12
(dua belas) mil;
i.
pengaturan
penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara;
j.
penetapan
standar pemberian izin oleh Daerah;
k.
pengaturan
ekspor impor dan pelaksanaan perkarantinaan;
l.
penanggulangan
wabah dan bencana yang berskala nasional;
m.
penetapan
arah dan prioritas kegiatan riset dan
teknologi termasuk penelitian dan pengembangan teknologi strategis dan beresiko tinggi;
n.
penetapan
kebijakan sistem informasi nasional;
o.
penetapan
persyaratan kualifikasi usaha jasa;
p.
pengaturan
sistem lembaga perekonomian negara.
Pasal 3
a.
Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan
yang bersifat lintas Kabupaten/Kota serta kewenangan dalam bidang pemerintahan
tertentu lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
b.
Kewenangan
bidang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perencanaan dan
pengendalian pembangunan secara makro, pelatihan bidang tertentu, alokasi
sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah Propinsi,
pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang
dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular dan hama tanaman dan
perencanaan tata ruang Propinsi.
c.
Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelayanan minimal yang wajib
dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota, Propinsi dapat melaksanakan kewenangan yang
tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota.
d.
Kewenangan
Kabupaten/Kota di bidang tertentu dan bagian tertentu dari kewenangan wajib
dapat dilaksanakan oleh Propinsi dengan kesepakatan antar Kabupaten/Kota dan
Propinsi.
e.
Kewenangan
Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikelompokkan dalam bidang sebagai
berikut:
1. Bidang Pertanian
a.
Penetapan
standar pelayanan minimal dalam bidang pertanian yang wajib dilaksanakan oleh
Kabupaten/Kota.
b.
Penetapan
standar pembibitan/perbenihan pertanian.
c.
Penetapan
standar teknis minimal rumah potong
hewan, rumah sakit hewan, dan satuan pelayanan peternakan terpadu.
d.
Penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
aparat pertanian teknis fungsional, ketrampilan dan diklat kejuruan
tingkat menengah.
e.
Promosi
ekspor komoditas pertanian unggulan daerah Propinsi.
f.
Penyediaan
dukungan kerja sama antar Kabupaten/Kota dalam bidang pertanian.
g.
Pengaturan
dan pelaksanaan penanggulangan wabah hama dan penyakit menular di bidang
pertanian lintas Kabupaten/Kota.
h.
Pengaturan
penggunaan bibit unggul pertanian.
i.
Penetapan
kawasan pertanian terpadu berdasarkan kesepakatan dengan Kabupaten/Kota.
j.
Pelaksanaan
penyidikan penyakit di bidang pertanian lintas Kabupaten/Kota;
k.
Penyediaan
dukungan pengendalian eradikasi
organisme pengganggu tumbuhan, hama dan penyakit di bidang pertanian.
l.
Pengaturan penggunaan air irigasi.
m.
Pemantauan,
peramalan dan pengendalian serta penanggulangan eksplosi organisme pengganggu
tumbuhan dan penyakit di bidang pertanian.
n.
Penyediaan
dukungan pengembangan perekayasaan teknologi perikanan serta sumber daya
perairan lainnya.
o.
Pengendalian
terhadap pelaksanaan pemberantasan penyakit ikan di darat.
p.
Pengendalian eradikasi penyakit ikan di darat.
2.
Bidang Kelautan
a.
Penataan
dan pengelolaan perairan di wilayah
laut Propinsi.
b.
Eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut kewenangan Propinsi.
c.
Konservasi
dan pengelolaan plasma nutfah spesifik lokasi serta suaka perikanan di wilayah
laut kewenangan Propinsi.
d.
Pelayanan
izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada perairan laut di wilayah
laut kewenangan Propinsi.
e.
Pengawasan
pemanfaatan sumber-daya ikan di wilayah laut kewenangan Propinsi.
3.
Bidang Pertambangan dan Energi
a.
Penyediaan
dukungan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya mineral dan energi serta air
bawah tanah.
b.
Pemberian
izin usaha inti pertambangan umum lintas Kabupaten/Kota yang meliputi ekplorasi
dan eksploitasi.
c.
Pemberian
izin usaha inti listrik dan distribusi lintas Kabupaten /Kota yang tidak
disambung ke grid nasional.
d.
Pengelolaan
sumberdaya mineral dan energi non migas kecuali bahan radio aktif pada wilayah
laut dari 4 (empat) sampai dengan 12 (dua belas) mil.
e.
Pelatihan
dan penelitian di bidang pertambangan dan energi di wilayah Propinsi.
4.
Bidang Kehutanan dan Perkebunan
a.
Pedoman
penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan hutan/kebun.
b.
Penyelenggaraan
penunjukkan dan pengamanan batas hutan produksi dan hutan lindung.
c.
Pedoman
penyelenggaraan tata batas hutan, rekonstruksi dan penataan batas kawasan hutan
produksi dan hutan lindung.
d.
Penyelenggaraan
pembentukan dan perwilayahan areal perkebunan lintas Kabupaten/Kota.
e.
Pedoman
penyelenggaraan pembentukan wilayah dan penyediaan dukungan pengelolaan taman hutan raya.
f.
Penyusunan
perwilayahan, design, pengendalian lahan dan industri primer bidang perkebunan
lintas Kabupaten/Kota.
g.
Penyusunan
rencana makro kehutanan dan perkebunan lintas Kabupaten/Kota.
h.
Pedoman
penyelenggaraan pengurusan erosi, sadimentasi, produktivitas lahan pada daerah
aliran sungai lintas Kabupaten/Kota.
i.
Pedoman
penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan produksi dan hutan lindung.
j.
Penyelenggaraan
perizinan lintasKabupaten/Kota meliputi pemanfaatan hasil hutan kayu,
pemanfaatan flora dan fauna yang tidak dilindungi, usaha perkebunan, dan
pengolahan hasil hutan.
k.
Pengawasan
perbenihan, pupuk, pestisida, alat dan mesin di bidang kehutanan dan
perkebunan.
l.
Pelaksanaan
pengamatan, peramalan organisme tumbuhan pengganggu dan pengendalian hama
terpadu tanaman kehutanan dan perkebunan.
m.
Penyelenggaraan
dan pengawasan atas rehabilitasi, reklamasi, sistem silvikultur, budidaya, dan
pengolahan.
n.
Penyelenggaraan
pengelolaan taman hutan raya lintas Kabupaten/Kota.
o.
Penetapan
pedoman untuk penentuan tarif pungutan hasil hutan bukan kayu lintas
Kabupaten/Kota.
p.
Turut serta
secara aktif bersama Pemerintah dalam menetapkan kawasan serta perubahan
fungsi dan status hutan dalam rangka
perencanaan tata ruang Propinsi berdasarkan kesepakatan antara Propinsi dan
Kabupaten/Kota.
q.
Perlindungan
dan pengamanan hutan pada kawasan lintas Kabupaten/Kota.
r.
Penyediaan
dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis, penelitian dan
pengembangan terapan bidang kehutanan.
5. Bidang Perindustrian dan Perdagangan
a.
Penyediaan
dukungan pengembangan industri dan perdagangan.
b.
Penyediaan
dukungan kerjasama antar Kabupaten/Kota dalam bidang industri dan perdagangan.
c.
Pengelolaan
laboratorium kemetrologian.
Penyediaan dukungan pengembangan
koperasi.
7.
Bidang Penanaman Modal
Melakukan kerjasama dalam bidang penanaman modal dengan Kabupaten dan Kota.
8.
Bidang Ketenagakerjaan
a.
Penetapan pedoman jaminan kesejahteraan purnakerja.
b.
Penetapan
dan pengawasan atas pelaksanaan upah minimum.
9. Bidang Kesehatan
a.
Penetapan
pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan.
b.
Pengelolaan
dan pemberian izin sarana dan prasarana kesehatan khusus seperti rumah sakit
jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit kanker.
c.
Sertifikasi
teknologi kesehatan dan gizi.
d.
Survailans
epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan kejadian luar biasa.
e.
Penempatan
tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga kesehatan tertentu antar Kabupaten/Kota serta penyelenggaraan
pendidikan tenaga dan pelatihan kesehatan.
10. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
a.
Penetapan
kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas,
terbelakang, dan atau tidak mampu.
b.
Penyediaan
bantuan pengadaan buku pelajaran pokok/modul pendidikan untuk taman
kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan luar sekolah.
c.
Mendukung/membantu
penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi dan
pengangkatan tenaga akademis.
d.
Pertimbangan
pembukaan dan penutupan perguruan tinggi.
e.
Penyelenggaraan
sekolah luar biasa dan balai pelatihan
dan/atau penataran guru.
f.
Penyelenggaraan
museum propinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisional serta
pengembangan bahasa dan budaya daerah.
11. Bidang Sosial
a.
Mendukung
upaya pengembangan pelayanan sosial.
b.
Mendukung
pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan, serta
nilai-nilai kesetiakawanan sosial.
c.
Pengawasan
pelaksanaan penempatan pekerja sosial profesional dan fungsional panti sosial
swasta.
12.
Bidang Penataan Ruang
a.
Penetapan
tata ruang Propinsi berdasarkan
kesepakatan antara Propinsi dan Kabupaten/Kota.
b.
Pengawasan
atas pelaksanaan tata ruang.
13.
Bidang Permukiman
Penyediaan bantuan/dukungan penerapan
hasil penelitian dan pengembangan teknologi, arsitektur bangunan dan jatidiri
kawasan.
14. Bidang Pekerjaan Umum
a.
Penetapan
standar pengelolaan sumber daya air permukaan lintas Kabupaten/Kota.
b.
Pemberian
izin pembangunan jalan bebas hambatan lintas Kabupaten/Kota.
c.
Penyediaan
dukungan/bantuan untuk kerjasama antar Kabupaten/Kota dalam pengembangan prasarana dan sarana wilayah yang terdiri atas pengairan,
bendungan/dam, jembatan dan jalan beserta simpul-simpulnya serta jalan bebas
hambatan.
d.
Penyediaan
dukungan/bantuan untuk pengelolaan sumber daya air permukaan Pelaksanaan
eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan drainase lintas
Kabupaten/Kota beserta bangunan-bangunan pelengkapnya mulai dari bangunan
pengambilan sampai kepada saluran percontohan sepanjang 50 meter dari bangunan
sadap.
e.
Perizinan
untuk mengadakan perubahan dan atau pembongkaran bangunan-bangunan dan saluran
jaringan dan prasarana dan sarana pekerjaan umum yang lintas kabupaten/kota.
f.
Perizinan
untuk mendirikan, mengubah ataupun membongkar bangunan-bangunan lain, selain
dari yang dimaksud pada angka 5 termasuk yang berada di dalam, di atas, maupun
yang melintasi saluran irigasi.
g.
Pelaksanaan
pembangunan dan perbaikan jaringan utama irigasi lintas Kabupaten/Kota beserta
bangunan pelengkapnya.
h.
Penyusunan
rencana penyediaan air irigasi.
15. Bidang Perhubungan
a.
Penetapan
alur penyeberangan lintas Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi.
b.
Penetapan
tarif angkutan darat lintas Kabupaten/Kota untuk penumpang kelas ekonomi.
c.
Penetapan
lokasi pemasangan dan pemeliharaan alat pengawasan dan alat pengamanan
(rambu-rambu) lalu lintas jalan Propinsi, danau dan sungai lintas Kabupaten/kota serta laut dalam wilayah diluar 4
(empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil.
d.
Penetapan
kebijakan tatanan dan perizinan pelabuhan Propinsi.
e.
Pengelolaan
pelabuhan dan bandar udara Propinsi yang dibangun atas prakarsa Propinsi dan
atau pelabuhan dan bandar udara yang diserahkan oleh Pemerintah kepada
Propinsi.
f.
Penyusunan
dan penetapan jaringan transportasi jalan propinsi.
g.
Pengaturan
dan pengelolaan SAR Propinsi.
h.
Perizinan, pelayanan dan pengendalian kelebihan muatan
dan tertib pemanfaatan jalan propinsi.
i.
Perencanaan,
pembangunan dan pemeliharaan jalan propinsi.
j.
Penetapan
standar batas maksimum muatan dan berat kendaraan pengangkutan barang dan
tertib pemanfaatan antar kabupaten/kota.
k.
Penetapan
lintas penyeberangan antar Propinsi.
l.
Penetapan
lokasi dan pengelolaan jembatan timbang.
m.
Perencanaan
dan pembangunan Jaringan Jalan Kereta Api lintas Kabupaten/Kota.
16. Bidang Lingkungan Hidup
a.
Pengendalian
lingkungan hidup lintas Kabupaten/Kota.
b.
Pengaturan
pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil.
c.
Pengaturan
tentang pengamanan dan pelestarian sumber daya air lintas Kabupaten/Kota.
d.
Penilaian
analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) bagi kegiatan-kegiatan yang
potensial berdampak negatif pada masyarakat luas yang lokasinya meliputi lebih
dari satu Kabupaten/Kota.
e.
Pengawasan
pelaksanaan konservasi lintas Kabupaten/Kota.
f.
Penetapan
baku mutu lingkungan hidup berdasarkan baku mutu lingkungan hidup nasional.
17.
Bidang Politik Dalam Negeri dan Administrasi Publik
a.
Penegakan
hak asasi manusia.
b.
Pemeliharaan
ketentraman dan ketertiban umum.
c.
Penyediaan
dukungan administrasi kepegawaian dan karier pegawai.
d.
Membantu
penyelenggaraan pemilihan umum.
e.
Penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan penjenjangan dan teknis fungsional tertentu yang
mencakup wilayah Propinsi.
f.
Penyelesaian
perselisihan antar Kabupaten/Kota.
g.
Fasilitasi
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan sistem politik.
h.
Alokasi dan
pemindahan pegawai/tenaga potensial antar daerah Kabupaten/Kota dan dari
Kabupaten/Kota ke Propinsi dan sebaliknya.
i.
Penetapan
tanda kehormatan/jasa selain yang telah diatur dan menjadi kewenangan
Pemerintah.
18.
Bidang Pengembangan Otonomi Daerah
Penyelenggaraan otonomi daerah di wilayah
Propinsi.
19.
Bidang Perimbangan Keuangan
a. Mengatur realokasi pendapatan asli daerah yang terkonsentrasi pada Kabupaten/Kota tertentu untuk keseimbangan penyelenggaraan pembangunan guna kesejahteraan masyarakat di Propinsi.
b. Menyediakan alokasi anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bagi kebutuhan belanja pegawai negeri sipil Daerah yang diangkat oleh Propinsi di luar kebijakan Pemerintah.
20. Bidang Hukum dan Perundang-undangan
Penetapan peraturan daerah untuk mendukung
pemerintahan Propinsi sebagai daerah otonom.
Pasal 4
Pelaksanaan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh
Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ditetapkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
Kabupaten/Kota
yang tidak atau belum mampu melaksanakan salah satu atau beberapa kewenangan
dapat melaksanakan kewenangan tersebut
melalui kerja sama antar -Kabupaten/Kota, kerja sama
antar-Kabupaten/Kota dengan Propinsi,
atau menyerahkan kewenangan tersebut
kepada Propinsi;
b.
pelaksanaan
kewenangan melalui kerja sama atau penyerahan suatu kewenangan kepada Propinsi
harus didasarkan pada Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/Kota dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota;
c.
Bupati/Walikota
wajib menyampaikan keputusan mengenai penyerahan kewenangan kepada Propinsi sebagaimana dimaksud pada
huruf b kepada Gubernur dan Presiden dengan tembusan kepada Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah;
d.
Presiden
setelah memperoleh masukan dari Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dapat
menyetujui atau tidak menyetujui penyerahan kewenangan tersebut;
e.
dalam hal
Presiden tidak memberikan persetujuannya,
kewenangan tersebut harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota;
f.
apabila
Presiden memberikan persetujuannya, pelaksanaan kewenangan tersebut diserahkan kepada Propinsi;
g.
apabila
dalam jangka waktu satu bulan Presiden tidak memberikan tanggapan ,maka
penyerahan kewenangan tersebut dianggap disetujui;
h.
sebagai
akibat dari penyerahan tersebut,
Propinsi sebagai Daerah Otonom harus melaksanakan kewenangan dimaksud dengan
pembiayaan yang dialokasikan dari dana perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah;
i.
apabila
Propinsi tidak mampu melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf h, maka Propinsi menyerahkannya
kepada Pemerintah dengan mekanisme yang sama sebagaimana tercantum pada huruf c
sampai dengan huruf h; dan
j.
apabila
Kabupaten/Kota sudah menyatakan kemampuannya menangani kewenangan
tersebut, Propinsi atau Pemerintah
wajib mengembalikannya kepada Kabupaten/Kota tanpa persetujuan Presiden.
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 5
a.
Perjanjian
dan komitmen internasional yang telah berlaku dan akan dibuat oleh Pemerintah
juga berlaku bagi Daerah Otonom.
b.
Perjanjian
dan kerja sama oleh Daerah dengan lembaga/badan di luar negeri berdasarkan
kewenangan daerah otonom tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
kesepakatan serupa yang dibuat oleh
Pemerintah.
Pasal 6
Penjabaran
teknis mengenai kewenangan Pemerintah yang meliputi kebijakan termasuk mekanisme ketatalaksanaan, standar dan
kriteria dilakukan oleh pimpinan
Departemen/Lembaga Non Departemen yang bersangkutan setelah dikonsultasikan
dengan Menteri.
Pasal 7
Pemerintah
berwenang mengambil tindakan
administratif terhadap Daerah Otonom dalam hal terjadi kelalaian
dan/atau pelanggaran atas penegakan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
Perizinan
dan perjanjian kerja sama Pemerintah dengan pihak ketiga berdasarkan kewenangan
Pemerintah sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap
berlaku sampai berakhirnya perizinan dan perjanjian kerja sama.
Pasal 9
a.
Terhadap
kewenangan Pemerintah Daerah
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini yang belum ada ketentuan mengenai kebijakan, standar, norma,
kriteria, prosedur dan pedoman dari Pemerintah, dalam pelaksanaannya Pemerintah
Daerah menunggu diterbitkannya ketentuan tersebut.
b.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan selambat-lambatnya dalam
waktu enam bulan sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
BAB V
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 10
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
ditetapkan di
Jakarta
pada
tanggal 6 Mei 2000
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Mei 2000
P.j. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BONDAN GUNAWAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR
54
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II
Plt.
Edy Sudibyo
PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG
KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI
SEBAGAI DAERAH OTONOM
A. Umum
Tujuan
peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan
kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan
terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Atas dasar itu, Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah sehingga memberi peluang
kepada Daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa
sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap
Daerah. Kewenangan ini pada dasarnya
merupakan upaya untuk membatasi kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom, karena Pemerintah dan Propinsi hanya diperkenankan menyelenggarakan
kegiatan otonomi sebatas yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Kewenangan
Pemerintah Daerah dilaksanakan secara luas, utuh, dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan.
Kewenangan Pemerintah, sebagaimana
tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, adalah penyelenggaraan politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya.
Kewenangan Propinsi sesuai
dengan kedudukannya sebagai daerah otonom meliputi penyelenggaraan kewenangan
pemerintahan otonom yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dan kewenangan
pemerintahan bidang lainnya, sedangkan kewenangan Propinsi sebagai wilayah administrasi
merupakan pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang didekonsentrasikan kepada Gubernur.
Sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 12
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, pengaturan lebih lanjut mengenai kewenangan
Pemerintah dan kewenangan Propinsi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Untuk itu, Peraturan Pemerintah ini
mengatur rincian kewenangan Pemerintah yang merupakan penjabaran kewenangan Pemerintah bidang lain dan
kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
Kewenangan
Kabupaten/Kota tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah ini karena Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999, pada dasarnya meletakkan semua kewenangan Pemerintahan
pada daerah Kabupaten/Kota, kecuali kewenangan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pengaturan
rincian kewenangan tersebut tidak berdasarkan pendekatan sektor,departemen, dan
lembaga pemerintah nondepartemen, tetapi berdasarkan pada pembidangan
kewenangan.
Rincian kewenangan yang
berbeda-beda diagregasikan untuk menghasilkan kewenangan yang setara/setingkat
antar bidang tanpa mengurangi bobot substansi, sedangkan penggunaan nomenklatur
bidang didasarkan pada rumpun pekerjaan yang mempunyai karakter dan sifat yang sejenis dan saling
berkaitan serta pekerjaan yang memerlukan penanganan yang khusus.
Untuk penguatan desentralisasi
penyelenggaraan pemerintahan, maka kewenangan Pemerintah porsinya lebih besar
pada penetapan kebijakan yang bersifat norma, standar, kriteria, dan
prosedur, sedangkan kewenangan pelaksanaan
hanya terbatas pada kewenangan yang bertujuan :
a.
mempertahankan
dan memelihara identitas dan integritas bangsa dan negara;
b.
menjamin
kualitas pelayanan umum yang setara bagi semua warga negara;
c.
menjamin
efisiensi pelayanan umum karena jenis pelayanan umum tersebut berskala
nasional;
d.
menjamin
keselamatan fisik dan nonfisik
secara setara bagi semua warga negara;
e.
menjamin pengadaan teknologi keras dan lunak yang langka,
canggih, mahal, dan beresiko tinggi serta sumber daya manusia yang berkualifikasi tinggi tetapi sangat
diperlukan oleh bangsa dan negara, seperti tenaga nuklir, teknologi peluncuran
satelit, teknologi penerbangan dan sejenisnya;
f.
menjamin supremasi hukum nasional;
g.
menciptakan stabilitas ekonomi dalam
rangka peningkatan kemakmuran rakyat.
Kewenangan pemerintahan yang berlaku di
berbagai bidang diatur tersendiri guna
menghindari pengulangan pada setiap
bidang.
Untuk menentukan kewenangan
Propinsi, kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Pelayanan Lintas Kabupaten/Kota
Kewenangan
pemerintahan yang menyangkut penyediaan pelayanan lintas Kabupaten/Kota di
dalam wilayah suatu Propinsi dilaksanakan oleh Propinsi, jika tidak dapat dilaksanakan melalui kerja sama
antar-Daerah. Pelayanan lintas
Kabupaten/Kota dimaksudkan pelayanan yang mencakup beberapa atau semua
Kabupaten/Kota di Propinsi tertentu.
Indikator untuk menentukan pelaksanaan kewenangan
dalam pelayanan lintas Kabupeten/Kota yang merupakan tanggungjawab Propinsi
adalah:
a. terjaminnya
keseimbangan pembangunan di wilayah Propinsi;
b. terjangkaunya
pelayanan pemerintahan bagi seluruh penduduk Propinsi secara merata;
c. tersedianya
pelayanan pemerintahan yang lebih efisien jika dilaksanakan oleh Propinsi
dibandingkan dengan jika dilaksanakan oleh
Kabupaten/Kota masing-masing.
Jika
penyediaan pelayanan pemerintahan pada lintas Kabupaten/Kota hanya menjangkau
kurang dari 50 % jumlah penduduk Kabupaten/Kota yang berbatasan, kewenangan
lintas Kabupaten/Kota tersebut dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota masing-masing
dan jika menjangkau lebih dari 50 %,
kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Propinsi.
Selain
parameter yang disebutkan di atas, rincian kewenangan Pemerintah dan kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom juga dirumuskan atas dasar prinsip mekanisme
pasar dan otonomi masyarakat.
Indikator-indikator
sebagaimana yang diberlakukan pada lintas Kabupaten/Kota juga dianalogkan untuk
menentukan pelaksanaan kewenangan dalam pelayanan lintas Propinsi yang
merupakan tanggungjawab Pemerintah seperti pertambangan, kehutanan, perkebunan,
dan perhubungan.
Kewenangan
Propinsi juga mencakup kewenangan yang tidak dapat dilaksanakan oleh
Kabupaten/Kota karena dalam pelaksanaannya dapat merugikan Kabupaten/Kota
masing-masing.
Jika
pelaksanaan kewenangan Kabupaten/Kota dapat menimbulkan konflik kepentingan antar Kabupaten/Kota, Propinsi,
Kabupaten, dan Kota dapat membuat kesepakatan agar kewenangan tersebut
dilaksanakan oleh Propinsi, seperti pengamanan, pemanfaatan sumber air sungai
lintas Kabupaten/Kota dan pengendalian pencemaran lingkungan.
Lembaga teknis yang terletak di daerah
otonom yang mempunyai sifat khusus dalam
arti hanya satu di Indonesia, menyediakan pelayanan berskala nasional
dan atau regional, memerlukan teknologi dan keahlian tertentu, dapat dipertahankan
menjadi kewenangan Pemerintah.
B. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
a.
Kebijakan
adalah pernyataan prinsip sebagai landasan
pengaturan dalam pencapaian suatu sasaran.
b.
Pedoman
adalah acuan yang bersifat umum yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan
kemampuan Daerah setempat.
c.
Norma
adalah aturan atau ketentuan yang mengikat
sebagai panduan dan pengendali dalam melakukan kegiatan.
d.
Persyaratan
adalah ketentuan yang harus dipenuhi
untuk melakukan sesuatu.
e.
Prosedur
adalah tahap dan mekanisme yang harus dilalui dan diikuti untuk menyelesaikan
sesuatu.
f.
Kriteria
adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu.
g.
Standar
adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam
melakukan kegiatan.
h.
Akreditasi
adalah pengakuan formal kepada suatu lembaga untuk melakukan kegiatan tertentu.
i.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat.
j.
Sertifikat
adalah dokumen yang menyatakan suatu produk atau jasa sesuai dengan persyaratan
standar.
k.
Pengaturan
adalah pembuatan atau penyusunan sesuatu untuk di ikuti/dipatuhi agar
penyelenggaraannya menjadi teratur atau tertib.
l.
Penetapan
adalah peneguhan suatu keputusan atau pengambilan keputusan..
m.
Penyelenggaraan
adalah pelaksanaan sesuatu sebagai
perwujudan kewenangan/tugas.
Huruf
g
Yang dimaksud dengan pengawasan adalah
pengawasan berdasarkan pengawasan represif
yang berdasarkan supremasi hukum, untuk memberi kebebasan pada daerah
otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya
sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah.
Huruf h
Yang dimaksud dengan standar pengelolaan
adalah standar pembiayaan, standar perizinan, standar pelaksanaan, dan standar
evaluasi.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pelaksanaan kewenangan wajib merupakan
pelayanan minimal pada bidang -bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(2) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sesuai dengan
standar yang ditentukan Propinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan bagian tertentu dari
kewenangan wajib adalah tugas-tugas tertentu dari salah satu satu kewenangan
wajib.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Yang dimaksud dengan Menteri dalam Pasal
ini adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang otonomi daerah
Pasal 7
Yang dimaksud dengan tindakan administratif adalah
peringatan, teguran atau pembatalan kebijakan Kepala Daerah dan Perda.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Peraturan Daerah tentang pelaksanaan
salah satu kewenangan diterbitkan setelah dikeluarkannya kebijakan seperti
standar, norma, kriteria, prosedur dan pedoman dari Pemerintah.
Pasal 10
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 3952