STRATEGI PENYIAPAN SUMBER DAYA MANUSIA PROPINSI SULAWESI UTARA PADA ERA OTONOMI1

Rudy C Tarumingkeng2

PENGANTAR

Dengan pemberlakuan otonomi maka daerah dituntut lebih mandiri dalam pengurusan “rumah dan isi rumah” nya, dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin berkurang. Proses pemandirian ini sekaligus merupakan pemberdayaan bagi sumber daya manusia di daerah. 

Dalam konteks ini, sumber daya manusia (SDM) menempati posisi strategis dan mencakup seluruh masyarakat, aparatur pemerintah dan seluruh pelaku pembangunan. Artikulasi bahasan ini adalah strategi penyiapan SDM untuk implementasi otonomi daerah agar dambaan masyarakat akan kesejahteraan dan kemakmuran dapat dicapai secara optimum. Dambaan ini hanya dapat dicapai jika SDM memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mengelola dan mengolah kekuatan yang dimilikinya (sumber-sumber yang tersedia), memanfaatkan peluang-peluang, mengatasi kelemahan dan ancaman yang dihadapinya -dengan etos membangun (kerja keras, jujur, kreatif profesional dan inovatif). Secara keseluruhan, pemberdayaan SDM dalam rangka otonomi bukan saja bermakna meningkatkan kapasitas (capacity building), tapi juga akuntabilitas (accountability) SDM dalam arti yang luas.

 

Sorotan terhadap penyiapan SDM, terutama kepada: 

  1. Peningkatan profesionalisme dan akuntabilitas local actors (pemimpin dan pelaksana, baik pemerintah maupun swasta).
  2. Penyiapan tenaga professional, managers /eksekutif pembangunan, di semua sektor baik dalam lingkup pemerintah maupun swasta.
  3. Peningkatan peran masyarakat khususnya terciptanya persepsi positif terhadap upaya pembangunan dan pemupukan sikap kreatif, inovatif dan kerja keras.

Mengawali diskusi ini, akan disinggung pendapat masyarakat mengantisipasi otonomi daerah, dalam beberapa jajak pendapat yang dilakukan oleh media masa. 

 

Jajak pendapat (poll) Harian Kompas 14, 15 dan 17 Maret 2000 (13 kota, a.l. Manado) mengindikasikan  bahwa sebagian masyarakat berpendapat otonomi sekalipun di era reformasi, tidak serta merta mengubah mental aparat birokrasi. Responden berasumsi bahwa otonomi hanya akan memindahkan praktek KKN dari pusat ke daerah, bahkan akan menciptakan sentral-sentral kekuasaan kecil di tiap-tiap daerah. Sebagian masyarakat ternyata masih menyangsikan jika otonomi yang dijalankan secara otomatis akan membuat daerah lebih maju dan menikmati keadian dalam pemanfaatan sumberdaya alam di daerahnya, karena kelemahan sistem dan infrastruktur. Sentralisasi yang telah lama berjalan membudayakan perilaku birokrasi menunggu instruksi dari pusat, sulit mengedepankan kepentingan daerah dan masyarakat, kurang proaktif dan inovatif -karena perencanaan dan kebijakan ditentukan oleh pemerintah pusat. 

Polling yang diselenggarakan Kompas tgl 28-29 Maret 2000, di 4 kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar) menunjukkan, secara umum sebagian besar responden yakin bahwa dengan diberlakukannya otonomi daerah kesejahteraan rakyat akan meningkat. Namun, masyarakat berpendapat otonomi belum bisa meredam keinginan beberapa daerah untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI.  Dengan ungkapan lain, masyarakat mengharapkan agar pemberlakuan otonomi daerah dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga menjamin kestabilan ekonomi, sosial dan politik. 

SUMBER DAYA MANUSIA DI ERA OTONOMI DAERAH

Dambaan akan otonomi daerah sesungguhnya telah lama. Beberapa pergolakan dan tuntutan daerah antara lain bermotifkan otonomi. Bahkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, juga dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan otonomi itu, tetapi dapat dikatakan tidak dapat dijalankan untuk memenuhi dambaan masyarakat. Dalam suasana reformasi, diterbitkannya UU22/99 dan UU25/99, memberikan secercah harapan bagi masyarakat Indonesia untuk lepas dari sentralisasi kekuasaan pusat atas daerah, dan daerah dapat menentukan sendiri sebagian besar kebijkan pembangunannya. 

Secara eksklusif, UU22/99 yang mengatur pembagian kewenangan di tingkat pusat dan propinsi dan selanjutnya mengatur wewenang kabupaten atau kota --belum menekankan pentingnya pemberdayaan penyelenggara negara dan masyarakat yang diperintah/diatur. Padahal, determinan keberhasilan implementasi otonomi terletak pada kualitas SDM. Demikian pula dengan UU25/99 yang mengatur perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam ungkapan lain, UU22/99 mengatur otoritas pemerintahan dan UU25/99 mengatur keuangan. Lalu, dari segi legalitas di mana letaknya pengaturan sumberdaya manusia yang demikian strategis itu?

Dalam konteks implementasi otonomi daerah yang efektif dan efisien, mungkin penting untuk diangkat di sini adanya UU28/99 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN. Khususnya, asas-asas kepentingan umum, keterbukaan dan akuntabilitas yang begitu penting dan menentukan, ditinjau dari pemberdayaan dan peningkatan kualitas SDM, baik pemerintah maupun masyarakat. Berbagai pendapat telah dikemukakan dalam media masa dan seminar-seminar, antara lain, mengenai akuntabilitas pemerintah daerah dalam melayani masyarakat di daerahnya, khususnya tentang hak dan kewajiban pemerintah dalam menjalankan fungsinya dan hak kewajiban masyarakat di daerah untuk mendapatkan pelayanan, memberikan masukan dan memperoleh laporan dalam konteks akuntabilitas publik. 

Dengan paparan di atas maka kunci kesiapan sumberdaya manusia yang handal dan berkualitas dalam melaksanakan pembangunan  adalah pemberdayaan masyarakat bawah (the grass root)  dan peningkatan kualitas penyelenggara daerah agar kapabel untuk memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat, memanfaatkan masukan dari masyarakat dan memberikan laporan dalam konteks akuntabilitas publik kepada masyarakat. Masyarakat perlu diyakinkan akan kinerja dan akuntabilitas aparat pelaksana / pemerintah yang akan berdampak positif pada perubahan sikap (attitude) dan motivasi masyarakat untuk meningkatkan kinerjanya dalam melaksanakan pembangunan. 

Dengan persepsi, ini strategi utama dalam penyiapan SDM di era otonomi adalah mensinkronisaikan ketiga undang-undang ini sehingga visi dan misi pembangunan daerah dapat dicapai secara optimum.  Kinerja pemerintah dan masyarakat akan ditentukan oleh penguasaan dan penerapan kriteria-kriteria yang dituangkan dalam asas-asas umum penyelenggaraan negara tersebut. 

Dalam konteks pencarian strategi penyiapan SDM, khususnya Provinsi Sulawesi Utara, perlu diacu Visi pembangunan Propinsi Sulawesi Utara: “ … untuk mewujudkan masyarakat Sulawesi Utara terdepan dalam peradaban, perdamaian, supremasi hukum, keadilan dan kemakmuran serta menjadi pusat keunggulan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.” 

Manifestasi visi yang sangat ideal ini dituangkan dalam misi yang komprensif mengantisipasi perubahan sebagai tuntutan demokrasi pada era otonomi dan globalisasi. 

Butir-butir 1, 2, 3, 4,  langsung menunjuk kepada pengembangan SDM, sedangkan butir-butir yang lainnya tidak terkecuali mengacu kepada SDM sebagai pelaksana dan sasaran pembangunan. 

STRATEGI PENYIAPAN SDM

Tidak dapat dipungkiri bahwa setelah enam Pelita pembangunan  bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya --Sulawesi Utara telah menunjukkan kinerja dan kemajuan yang memadai. Indikator ke arah itu ditunjukkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi dan penurunan jumlah penduduk miskin. 

Penyiapan SDM bukanlah berdiri sendiri. Strategi pengembangan SDM sangat terkait dengan strategi pembangunan ekonomi (pertanian, industri dan jasa), yang pada saat ini perlu mengacu kepada upaya menarik investasi, penyiapan infrastruktur yang mendukung pembangunan ekonomi dan upaya-upaya penyejahteraan masyarakat. Butir-butir strategis pengembangan SULUT pada tingkat pembuat kebijakan dan pelaksana pembangunan di semua sektor, yang  sebagian besar telah kami kemukakan pada Seminar Pembangunan Sulut, 13 Oktober 1997 di Jakarta, kami kemukakan kembali  karena derivasinya  merupakan strategi penyiapan SDM pada era otonomi.

 

1. Tingkatkan efisiensi

 

Memasuki era globalisasi dan otonomi daerah yang menandai milenium ke tiga dan abad 21 terdapat tantangan yang perlu dicermati. Di bidang ekonomi, globalisasi yang berimplikasi borderless world kondisi pasar cenderung berubah menjadi persaingan sempurna. Barang dan jasa dengan bebasnya berpindah dari satu negara ke negara lain.  Maka dalam era ini kata kunci yang paling menentukan adalah efisiensi. Pihak yang paling efisienlah yang sukses memenangkan persaingan. Meningkatkan efisiensi menuntut profesionalisme yang tinggi dan penguasaan atas kiat-kiat manajemen. 

 

2. SDM Agribisnis, perikanan, biotek, industri

 

Inefisiensi antara lain bersumber dari kualitas SDM yang belum memadai. Hal ini juga terlihat dari masih dominannya SDM yang berada di sektor pertanian, walaupun sektor ini merupakan salah satu tumpuan perkembangan ekonomi daerah. Sifatnya yang memberikan value added yang relatif lebih rendah karena berlakunya kaidah diminishing return hendaknya memacu kita untuk meningkatkan efisiensi dengan penguasaan manajemen agribisnis dan bioteknologi;  dan lebih berpaling ke sektor-sektor industri (termasuk perikanan dan jasa (terutama di sektor swasta) yang akan lebih berperan nanti karena pertumbuhan ekonomi akan berakibat terjadinya perubahan struktural yang semula didominasi sektor pertanian dalam produksi nasional (produk domestik bruto) beralih ke dominasi sektor industri  dan kemudian ke sektor jasa. Pergeseran ini memerlukan dukungan SDM yang memadai. Kelambatan pembangunan infrastruktur dan penyiapan SDM yang trampil, terlatih, berpengetahuan dan professional akan memperlambat akselerasi perubahan struktural tersebut.

 

3. SDM pariwisata dan industri lainnya

 

Keberlanjutan (sustainability) pertumbuhan ekonomi juga ditentukan oleh adanya leading sector. Bagi daerah Sulawesi Utara, sektor jasa, khususnya pariwisata tampaknya berpotensi menjadi leading sector yang sangat promising. Pariwisata memerlukan penanganan yang serious agar nantinya pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung dalam tingkat yang tinggi. Bahkan mungkin dapat diharapkan Sulawesi Utara menjadi growth center bagi Kawasan Timur Indonesia.

Globalisasi juga menimbulkan paradigma baru yaitu co-opetition (cooperation-competition) di mana kerjasama untuk bersaing mulai berkembang. Dalam kaitan ini, kerjasama regional di bidang ekonomi semakin berkembang dengan intensitas yang tinggi, yang dapat kita lihat dari upaya percepatan AFTA dan APEC. Sulawesi Utara yang menempati lokasi geografis yang strategis (Asia Pasifik), dalam kerjasama ekonomi regional tersebut perlu mengintensifkan dialog-dialog regional guna mencari komoditi-komoditi yang memiliki competitive advantage di kawasan-kawasan tersebut. Pembangunan pariwisata, seperti halnya industri mempersyaratkan adanya investasi, pembangunan infrastruktur, dan SDM pengelola yang profesional, yang perlu dipersiapkan. Dalam kaitan dengan investasi, salah satu hal yang perlu diperhitungkan sekarang adalah melemahnya ekonomi Amerika Serikat mulai tahun 2001 yang diperkirakan akan mempengaruhi negara-negara adidaya ekonomi dunia lainnya dan kemungkinan akan berdampak terhadap ekonomi Indonesia. Lagi pula, situasi politik kita saat ini (keamanan yang melemah) cenderung menyebabkan divestasi (modal berpindah ke negara lain seperti Vietnam, Malaysia, Kambodya dsb.). Peluang ini hendaknya dimanfaatkan Sulut (yang relatif lebih aman?) untuk menarik investasi.  

 

4. SDM di sektor swasta

 

Pembangunan ekonomi di sektor swasta semakin dominan dalam perekonomian nasional dan sudah tentu juga berlaku bagi pembangunan ekonomi regional. Sektor swasta merupakan asset daerah dalam ikut memberikan sumbangan besar bagi upaya ke arah kemandirian daerah khususnya sumber pendapatan asli daerah. Lebih jauh, sektor swasta perlu ditingkatkan dan diberi pembinaan serious karena peranannya sebagai agent of development, dengan memberikan peluang dan kemudahan berusaha, eliminasi hambatan birokrasi, merampingkan proses perijinan sehingga tercipta iklim berusaha yang kondusif. Pelaksana pemerintahan yang bersih (jujur dan bebas KKN) dan pelaku bisnis/pengusaha yang memegang teguh etika bisnis merupakan prasyarat untuk memajukan sektor swasta. 

 

5. SDM middle managers yang berorientasi global

 

Pada milenium ketiga terdapat dua sumber daya utama yang intensitas pergerakannya sangat cepat dan sulit untuk dibendung. Kedua sumber daya yang dimaksudkan adalah modal dan tanaga kerja. Kita lihat kini bagaimana sektor keuangan negara kita tergoncang akibat mobilisasi pasar uang yang demikian tinggi dinamikanya sehingga dalam waktu relatif sangat singkat mengakibatkan gejolak nasional yang telah mengakibatkan berbagai kesulitan dalam investasi untuk pembangunan dan bahkan telah menggoncang tatanan ekonomi kita.  Bukan modal saja akan bebas bergerak tetapi juga akan terjadi peningkatan dalam mobilisasi sumber daya manusia antar daerah dan negara. Tidak dapat dielakkan kebutuhan Sulut akan tenaga berkualitas akan berpaling ke daerah-daerah yang sanggup memasoknya bahkan dari luar negeri.  Misalnya, tenaga kerja middle managers Asia yang terdidik (a.l. MBAs) dengan kemampuan plus dalam berbahasa Inggeris, Jepang  atau Mandarin dan ketersediaan mereka untuk menerima gaji yang relatif lebih rendah dari tenaga kerja asing yang lain  -merupakan tantangan bagi tenaga kerja kita di di daerah SULUT. Untuk itu diperlukan langkah-langkah rekuperatif- untuk lebih meningkatkan kemampuan sumber daya manusia agar tidak tertinggal dalam era otonomi ini.  Sejak sekarang SULUT membutuhkan tenaga middle management yang mampu berkiprah global termasuk ahli hukum yang mampu menginterpretasikan konvensi-konvensi perdagangan global dan melakukan negosiasi, tenaga teknologi informasi (IT specialists), managers korporasi bisnis dan industri, tenaga middle management yang proaktif dan progresif dalam mengantisipasi perubahan yang berlangsung demikian cepat --serta teknokrat yang lebih berorientasi praksis dalam menciptakan produk-produk teknologi yang menunjang produksi, informasi, komunikasi, transportasi dll.

 

6. SDM IPTEK dan manajemen lingkungan hidup

 

Upaya peningkatan pendapatan daerah memerlukan pertimbangan yang mendalam tentang daya dukung lingkungan, kelestarian sumber (resource sustainability), serta dampak-dampak pengurasan sumber daya alam (SDA). Kekeliruan dapat berdampak “merusak rumah sendiri”, bencana seperti punahnya sumber (“tragedy of the common”), bencana “alam” ulah manusia (banjir, longsor), pencemaran yang berakibat fatal serta dampak-dampak lain yang dirasakan generasi sekarang dan mendatang. SDM yang menguasai IPTEK lingkungan hidup sangat diperlukan oleh perencana dan pelaksana pembangunan. Perlu diingat bahwa peraturan dan kebijaksanaan nasional yang berlaku sekarang mengacu kepada beberapa daerah saja, dan dibuat oleh perencana di pusat yang bukan tidak mungkin, kurang menguasai keadaan spesifik Sulut. Sifat daratan Sulut yang rawan bencana, tidak seluas daerah-daerah lain, mengisyaratkan perlunya penyiapan SDM lingkungan hidup yang tangguh.

 

7. SDM pemerintahan

 

SDM pemerintahan telah banyak di singgung pada awal bahasan ini, terutama berkaitan dengan UU28/99. Perlunya perampingan kepegawaian kantor-kantor pemerintah telah teridentifikasi jauh sebelum adanya undang-undang otonomi, di sini perlu diingatkan kembali dengan pertimbangan efektivitas dan efieiensi kerja mengingat anggaran yang terbatas pada awal era otonomi ini. Perampingan struktur dan kepegawaian kantor-kantor pemerintah yang memang akan berdampak negatif kepada situasi angkatan kerja, tapi jika tidak ditangani sejak awal akan merupakan pemborosan yang menghambat “take off” pembangunan otonomi daerah.

PENUTUP

Butir-butir strategis yang telah kami kemukakan di atas -menunjuk kepada satu pokok yaitu pengembangan sumber daya manusia, khususnya penyiapan tenaga kerja yang mampu dan handal dengan bermotivasikan semangat kerja keras, jujur, profesional  dan disiplin. 

Penyiapan tenaga kerja yang handal ini menuntut perubahan strategi/orientasi dalam pengembangan program-program pendidikan dan latihan pada semua aras (level) baik pada lembaga pendidikan yang sudah ada maupun yang direncanakan untuk diadakan di Sulut. 

Urgensi untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan handal dalam semua sektor pembangunan pada aras middle management, sangat ditekankan. Khususnya, penguasaan kiat-kiat manajemen dan IPTEK (infotek, biotek) untuk sektor-sektor swasta seperti perdagangan, bisnis (termasuk agribisnis), industri, dan jasa. 

Sasaran pengembangan tenaga kerja kita sekarang ini terutama terarah kepada kelompok usia muda (0 - 35 tahun) yang berperan dalam era abad 21. Dan apa yang kini direncanakan mungkin baru akan dilaksanakan 2 - 5 tahun yang akan datang, dan memberikan hasilnya 4 - 10 tahun berikutnya.

Dan untuk melaksanakannya memerlukan perubahan dalam pandangan (visi) dan sikap masyarakat dan aparatur pemerintah serta kerelaan dari para perencana dan pelaksana pembangunan untuk dapat menerima paradigma baru otonomi mendukung pembangunan abad 21 itu. 

Mengubah sikap dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia tidaklah semudah dan sesederhana memekikkan kata-kata “reformasi” dan “otonomi”. Mengubah kultur birokrasi dan pemberdayaan masyarakat yang telah tertinggal selama lebih dari setengah abad memerlukan  perencanaan, tahapan dan waktu. Dan prasyarat utama adalah adanya panutan bagi masyarakat. Perubahan sikap birokrat dan seluru aparatur pemerintah daerah merupakan prasyarat bagi pemberdayaan masyarakat. 

Akhirnya, pembangunan yang berdampak kesejahteraan dan kemakmuran rakyat menuntut perubahan sikap mental para pelaksananya, dengan menunjukkan sikap humble servant, mengabdi untuk masyarakat yang dilayani.

 

REFERENSI

Candra Fajri Ananda. Peran Partisipasi Masyarakat Pada Otonomi Daerah. http://www.otoda.or.id/Artikel/Candra%20Fajri.htm  (dk. 10 Jan 01)

Ekonomi Sulut Tumbuh tak Normal, MANADOPOST 19 Jan. 2001. http://www.mdopost.net/januari2001/01-depan/19/02.html (dk. 10 Jan 01)

ELLSPPAT. Sekilas Otonomi Daerah. http://www.elsppat.or.id   (dk 10 Jan 01)

Faisal H. Basri Tantangan dan peluang otonomi daerah. http://www.otoda.or.id/Artikel/Faisal%20Basri.html  (dk 10 Jan 01)

 

Hendarman, PhD. Empat Isu Kritis Sektor Pendidikan. Media Indonesia - Opini (09/01/2001). http://www.otoda.or.id/info%20pekan%20lalu%204/mediaindo/4%20isu%20kritis%20sektor%20pendidikan%2009-1-01.htm.  (dk. 12 Jan 01)

 

 Indonesia ’s decentralization after crisis. Prem Notes. Public Sector. Sept. 2000. No 23. The World Bank.  (dk. 9 Jan 01)

Laporan Lengkap Hasil Polling Kompas, 28-29 Maret 2000: Otonomi Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat. http://www.otoda.or.id/serbaserbi/hasil%20polling.htm   (dk. 10 Jan 01)

Laporan Lengkap Polling Kompas, 14, 15 dan 17 Maret 2000: Kekhawatiran terhadap Praktek KKN di Tingkat Pemerintahan Daerah. http://www.otoda.or.id/serba-serbi/polling-2.htm  (dk 11 Jan 01)

Mangindaan SE, E.E. Antisipasi Pembangunan Daerah Sulawesi Utara di era Asia Pasifik. Makalah Utama pada Seminar Pembangunan Propinsi Sulawesi Utara, Jakarta, 13 Oktober 1997.

Mangoting, Daniel. Otonomi Daerah: Dimana Tempat Rakyat?  http://www.elsppat.or.id/  (dk 10 Jan 01)

PROPENAS (Program Pembangunan Nasional). Bab VI. Meningkatkan Kapasitas Daerah dan Memberdayakan Masyarakat.

Sahat Marulitua. Diskursus Reduksionisme Otonomi Daerah. http://www.jawapos.co.id/dailynews/jplalu/okt96/25okt/op25x6-1.htm 

(dk. 12 Jan 01)

Simanjuntak, Payaman J . Kesiapan SDM Melaksanakan Otonomi Daerah. 7 Maret 2000.  http://www.pin-jps.or.id/pin/artikel/otda/000307-PJS.htm     (dk 11 Jan 01)

Syarif Hidayat, Dr. Dilema Otonomi Daerah Perluasan Wewenang vs Wewenang Elite Daerah. Media Indonesia - Opini (3/1/00). http://www.otoda.or.id/Artikel/syarif%20hidayat3.htm   (dk 11 Jan 01)

Syarif Hidayat, Dr. Esensi Otonomi Daerah dalam Perspektif Politik.
Media Indonesia - Opini (5/15/00). http://www.otoda.or.id/Artikel/syarif%20hidayat4.htm  (dk 11 Jan 01)

Tarumingkeng, Rudy C. Strategi Pembangunan Sulawesi Utara. Makalah pembahas:  Antisipasi Pembangunan Daerah Sulawesi Utara di era Asia Pasifik (oleh E. E. Mangindaan, SE, pada Seminar Pembangunan Propinsi Sulawesi Utara, Jakarta, 13 Oktober 1997.

 

1Presentasi Seminar “Tantangan dan Peluang Pembangunan Nasional, khususnya di Sulawesi Utara dalam perspektif Otonomi Daerah”, Bogor, 27 Januari 2001 

2Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, MF, Guru Besar Institut Pertanian Bogor