STRATEGI PEMBANGUNAN SULAWESI UTARA

oleh Rudy C Tarumingkeng

<makalah pembahas  "Antisipasi Pembangunan Daerah Sulawesi Utara di era Asia Pasifik (oleh E. E. Mangindaan, SE)" pada Seminar Pembangunan Propinsi Sulawesi Utara, Jakarta, 13 Oktober 1997>

Tidak dapat dipungkiri bahwa setelah melaksanakan hampir enam Pelita bagi pembangunan di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya --Sulawesi Utara telah menunjukkan kinerja dan kemajuan yang memadai. Indikator ke arah itu ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan penurunan jumlah penduduk miskin juga membuktikan hal ini.

Mengantisipasi era globalisasi yang menandai milenium ke tiga dan abad 21 yang telah di ambang pintu terdapat tantangan yang perlu dicermati. Di bidang ekonomi, globalisasi yang berimplikasi borderless world kondisi pasar akan berubah menjadi persaingan sempurna. Barang dan jasa dengan bebasnya berpindah dari satu negara ke negara lain tanpa hambatan baik berupa tariff maupun non-tariff.  Maka dalam era borderless world ini kata kunci yang paling menentukan adalah efisiensi. Pihak yang paling efisienlah yang sukses memenangkan persaingan.

Dalam kaitan dengan efisiensi, Sulawesi Utara masih tertinggal. Hal ini dapat terlihat dari masih tingginya angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang menggambarkan berapa rupiah modal yang diperlukan untuk menghasilkan output Rp 1. ICOR untuk SULUT masih sekitar 4.4 berarti bahwa untuk menghasilkan tambahan (increment) Rp 1 output diperlukan tambahan modal Rp 4.4
Inefisiensi ini antara lain bersumber dari kualitas sumber daya manusia yang belum memadai.  Hal ini juga terlihat dari masih dominannya sumber daya manusia yang berada di sektor pertanian. Sebagaimana diketahui, dalam percepatan pembangunan ekonomi, sektor pertanian memberikan value added yang relatif rendah, karena berlakunya kaidah diminishing return di sektor pertanian. Mau tidak mau, untuk meningkatkan efisiensi kita perlu mengembangkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan handal, yang menguasai kiat-kiat manajemen pembangunan dalam semua sektor, menguasai IPTEK dalam rangka pembangunan industri, jasa dll.

Pada era globalisasi peran sumber daya manusia adalah sangat strategis. Pada milenium ketiga terdapat dua sumber daya utama yang intensitas pergerakannya sangat cepat dan sulit untuk dibendung. Kedua sumber daya yang dimaksudkan adalah modal dan tanaga kerja. Kita lihat kini bagaimana sektor keuangan negara kita tergoncang akibat mobilisasi pasar uang yang demikian tinggi dinamikanya sehingga dalam waktu relatif sangat singkat mengakibatkan gejolak meningkatnya nilai tukar USD terhadap Rupiah. Gejolak seperti ini dapat mengakibatkan berbagai kesulitan dalam investasi untuk pembangunan dan bahkan menggoncang struktur ekonomi kita.

Bukan modal saja akan bebas bergerak tetapi juga akan terjadi peningkatan dalam mobilisasi sumber daya manusia antar negara. Untuk  Sulawesi Utara, negara yang paling dekat adalah Filipina. Tenaga kerja Filipina dengan kemampuan plusnya dalam berbahasa Inggeris dan relatif lebih banyak tenaga middle managers yang terdidik (a.l. MBAs) dan ketersediaan mereka untuk menerima gaji yang relatif lebih rendah dari tenaga kerja asing yang lain - merupakan tantangan bagi tenaga kerja kita di di daerah SULUT. Untuk itu diperlukan langkah-langkah antisipatif - yaitu lebih meningkatkan kemampuan sumber daya manusia agar tidak tertinggal dalam era kesejagadan nanti.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi akan berakibat terjadinya perubahan struktural di bidang ekonomi yang didominasi sektor pertanian dalam produksi nasional (produk domestik bruto) beralih ke dominasi sektor industri dan kemudian ke sektor jasa. Pergeseran ini memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Kelambatan pembangunan sarana prasarana akan memperlambat akselerasi perubahan struktural tersebut.

Keberlanjutan (sustainability) pertumbuhan ekonomi juga ditentukan oleh adanya leading sector.  Bagi daerah Sulawesi Utara, sektor jasa, khususnya pariwisata tampaknya berpotensi menjadi leading sector yang sangat promising. Jika hipotesis ini dapat diterima maka hal ini memerlukan penanganannya yang serious agar nantinya pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung dalam tingkat yang tinggi. Bahkan mungkin dapat diharapkan Sulawesi Utara menjadi growth center bagi Kawasan Timur Indonesia.

Era kesejagadan juga menimbulkan paradigma baru yaitu co-opetition (cooperation-competition) di mana kerjasama untuk bersaing mulai berkembang. Dalam kaitan ini, kerjasama regional di bidang ekonomi semakin berkembang dengan intensitas yang tinggi, yang dapat kita lihat dari upaya percepatan AFTA dan APEC. Sulawesi Utara yang menempati lokasi geografis yang strategis  (Asia Pasifik), dalam kerjasama ekonomi regional tersebut perlu mengintensifkan dialog-dialog regional guna mencari komoditi-komoditi yang memiliki comparative advantage di kawasan-kawasan tersebut.

Pembangunan ekonomi sangat berkaitan dengan sektor swasta yang semakin dominan dalam perekonomian nasional dan sudah tentu juga berlaku bagi pembangunan ekonomi regional. Sektor swasta di daerah kita anggap sebagai asset daerah dalam ikut memberikan sumbangan besar bagi pendapatan asli daerah dan berperan sebagai agent of development, sehingga perlu diberi pembinaan serious. Peluang dan kemudahan berusaha, perampingan proses perijinan dan redtapes perlu lebih ditingkatkan sehingga tercipta iklim berusaha yang kondusif.

Upaya ke arah kemandirian daerah, memerlukan kemandirian sumber pendapatan asli daerah yang perlu ditingkatkan, terutama dalam mengantisipasi semakin terbatasnya kemampuan pemerintah pusat dalam penyediaan dana bagi daerah. Keterbatasan APBN berkaitan dengan keterbatasan penerimaan negara dan semakin membesarnya biaya pemeliharaan hasil-hasil pembangunan.

Butir-butir strategis yang telah kami kemukakan di atas, -- menunjuk kepada satu pokok yaitu pengembangan sumber daya manusia, khususnya penyiapan tenaga kerja yang mampu dan handal dengan bermotivasikan semangat kerja keras dan disiplin. Penyiapan tenaga kerja yang handal ini bukanlah semata-mata ditujukan kepada pengembangan program-program yang telah berjalan pada lembaga pendidikan yang telah ada di Sulawesi Utara.

Dalam hubungan ini, salah satu hipotesis yang dapat dikemukakan adalah: masa depan kita akan banyak membutuhkan tenaga middle management yang mampu berkiprah global antara lain  lawyers yang mampu menginterpretasikan konvensi-konvensi perdagangan global dan melakukan negosiasi, mengatur korporasi, tenaga middle management yang proaktf dan progresif  dalam mengantisipasi perubahan yang berlangsung demikian cepat-- serta teknokrat yang lebih berorientasi praksis dalam menciptakan produk-produk teknologi yang menunjang produksi, komunikasi, transportasi dll. 

Sasaran pengembangan tenaga kerja kita sekarang ini terutama terarah kepada kelompok usia muda (0 - 35 tahun) yang diharapkan akan berperan pada era abad 21. Dan apa yang kita rencanakan sekarang mungkin baru akan dilaksanakan 3 - 5 tahun yang akan datang, dan memberikan hasilnya 6 - 10  tahun berikutnya.

Inilah salah satu masalah yang perlu dipecahkan bersama, dan untuk itu diperlukan perubahan dalam pandangan (visi) masyarakat serta kerelaan dari para perencana dan pelaksana pembangunan untuk dapat menerima paradigma baru yang yang mendukung pembangunan abad 21 itu, karena pembangunan yang berdampak perubahan menuntut perubahan sikap mental para pelaksananya.

_